Anggaran pendapatan dan belanja negara RI (APBN) selalu
meningkat setiap tahunnya. Tahun 2014 APBN telah mencapai Rp1.800 triliun lebih.
Meskipun cukup banyak kemajuan yang berhasil dicapai berkat kontribusi dari
pengeluaran pemerintah dalam APBN, namun masih banyak yang menilai APBN
seharusnya bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bila dikelola dengan
lebih baik, transparan dan akuntabel.
Secara umum permasalahan terkait APBN relatif sama dari tahun
ke tahun. Permasalahan ini ibarat penyakit yang tidak kunjung sembuh. Hal ini
bisa disebabkan berbagai faktor seperti sumber daya manusia (SDM) yang kurang
kompeten, budaya menggunakan anggaran yang belum berubah, keengganan untuk
mengelola anggaran dengan lebih produktif, rendahnya integritas dan
profesionalisme yang rentan terkontaminasi korupsi, dan faktor lainnya.
Penerimaan yang dikecilkan
Penerimaan negara terdiri dari penerimaan pajak dan bukan
pajak. Penerimaan pajak adalah komponen terbesar penerimaan negara. Penerimaan
perpajakan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun banyak kalangan yang
menilai, penerimaan perpajakan bisa lebih besar lagi dari sekarang ini, bahkan
bisa mencapai tiga kali atau lebih dari penerimaan pajak yang tercatat setiap
tahunnya. Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya penerimaan perpajakan
misalnya dari sisi wajib pajak yang masih enggan membayar pajak sesuai yang
seharusnya ataupun masih banyaknya oknum-oknum petugas pajak dan bea cukai yang
tidak amanah menjalankan tugasnya.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pemerintah berasal dari
penerimaan dari sumber daya alam (SDA), setoran laba Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan penerimaan bukan pajak lainnya. PNBP pun disinyalir banyak yang tidak
masuk ke kas negara sebagaimana mestinya. Hal ini tak lepas dari banyak
kepentingan yang bermain untuk mengambil keuntungan yang seharusnya menjadi
milik negara dan rakyat. Banyaknya perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia
yang mengambil SDA dinilai belum memberikan kontribusi yang seharusnya terhadap
penerimaan negara. BUMN maupun BUMD juga masih sering direcoki oleh oknum-oknum
tertentu sehingga banyak yang kurang sehat dan tidak bisa memberi kontribusi
maksimal untuk peningkatan penerimaan negara.
PNBP lainnya juga banyak yang belum masuk ke kas negara
sebagaimana mestinya. Hal ini bisa jadi disebabkan banyaknya oknum yang nyaman
menikmati keuntungan dari PNBP tersebut sehingga tidak melaporkan sebagaimana
mestinya apalagi menyetorkan yang sebenarnya ke kas negara. Target PNBP bisa
saja dilaporkan lebih kecil dari yang seharusnya karena penerimaan yang masuk
langsung mengalir ke oknum-oknum dan hanya sebagian kecil yang disetorkan ke kas
negara. Indikasi ini dapat terlihat dari laporan PNBP satuan kerja pemerintah
yang menjadi Badan Layanan Umum (BLU), dimana PNBPnya meningkat pesat dibanding
sebelum menjadi BLU (satker PNBP biasa). Hal ini bisa jadi dikarenakan satker
BLU memiliki keistimewaan berupa kewenangan dan keleluasaan menggunakan langsung
PNBPnya dibandingkan satker PNBP biasa, sehingga tidak lagi keberatan lagi
melaporkan semua penerimaan yang dimilikinya. Keistimewaan ini seringkali
membuat satker lain yang memiliki PNBP berminat mengajukan dirinya agar bisa
menjadi satker BLU.
Inefisiensi
Inefisiensi adalah dimana anggaran negara dibelanjakan lebih
banyak dari yang seharusnya atau dibutuhkan. Indikasinya dapat terlihat dari
adanya tumpang tindih kegiatan, biaya yang dibebankan melebihi standar biaya,
hingga tindakan yang melanggar hukum seperti mark up atau manipulasi harga.
Contohnya adalah ketidakwajaran pemberian honor kepada pejabat/pegawai, misalnya
kegiatan yang sudah menjadi tugas sehari-hari diberikan honor, harusnya
diberikan satu kali diberikan berkali-kali setiap bulan, hingga besaran honor
yang melebihi standar biaya. Seorang pejabat/pegawai instansi pemerintah bisa
saja mendapatkan puluhan jenis honor setiap bulannya yang secara akumulatif
besarnya beberapa kali lipat dibanding gaji dan tunjangannya setiap bulan.
Contoh lainnya adalah pelaksanaan kegiatan dimana panitianya terlalu banyak
dibanding peserta, biaya pendukung yang lebih besar dari biaya inti, pelaksanaan
perjalanan dinas yang tidak perlu atau terlalu banyak dibanding yang dibutuhkan
dan pembelian peralatan/perlengkapan kantor melebih kebutuhan.
Duplikasi
Duplikasi anggaran adalah kegiatan yang sama yang
mengakibatkan pengeluaran negara dilakukan secara berulang-ulang oleh satuan
kerja instansi pemerintah. Duplikasi yang sering terjadi adalah kegiatan yang
sama dengan output yang sama dianggarkan beberapa kali dalam satuan kerja
instansi pemerintah. Duplikasi juga biasa terjadi pada jenis belanja bantuan
sosal dan hibah dimana penerima bantuan dan hibah adalah pihak yang sama yang
mendapatkan bantuan dari berbagai instansi pemerintah.
Einmaleg
Einmaleg adalah kegiatan yang berdasarkan sifat dan tujuannya
hanya dilaksanakan satu kali atau dapat dipastikan tidak akan diulang atau
dilanjutkan kembali pada tahun berikutnya (bukan kegiatan tahun jamak atau
multiyears). Seringkali satuan kerja instansi pemerintah hanya melakukan copy
paste anggaran dari tahun sebelumnya sehingga pekerjaan yang sudah dilaksanakan
masih dianggarkan ditahun berikutnya. Misalnya penyusunan master plan, pembuatan
sistem aplikasi, pemasangan AC sentral, pembangunan gedung dan lain sebagainya.
Pelaksanaan pekerjaan asal-asalan.
Kita sering melihat langsung bagaimana suatu pekerjaan yang
baru saja selesai dilaksanakan ternyata hasilnya sangat tidak memuaskan, cepat
rusak bahkan tidak bisa dipakai atau tidak berguna sama sekali. Misalnya jalan
yang baru diperbaiki sudah rusak hanya dalam waktu beberapa bulan, pengerjaan
gedung yang tidak sesuai standar, jembatan yang baru diresmikan roboh atau
proyek perbaikan jalan di lokasi yang sama yang berulang-ulang terjadi setiap
tahunnya. Hal ini menyebabkan anggaran negara stagnan hanya dilokasikan pada
pekerjaan yang sama dari tahun ke tahun. Padahal masih banyak yang harus
dilakukan dan belum sempat dilaksanakan karena keterbatasan anggaran. Bila suatu
pekerjaan dilaksanakan sesuai standar yang benar dan seharusnya maka setidaknya
akan bertahan hingga beberapa tahun bahkan puluhan tahun sehingga tidak perlu
menghabiskan anggaran untuk mengerjakan pekerjaan yang sama terus menerus dari
tahun ke tahun.
—
Demikianlah beberapa penyakit yang selalu mengjangkiti
anggaran negara kita sehingga tidak bisa optimal dimanfaatkan untuk kemajuan
negara dalam rangka mewujudkan kesejahtaraan rakyat. Kita semua sudah paham asal
muasal dari penyakit tersebut, yaitu belum membudayanya integritas dan
profesionalisme pada penyelenggara negara kita. Akibatnya mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban belum bisa dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Masih saja banyak yang mengincar keuntungan pribadi dan
kelompok dari anggaran negara baik di sisi pendapatan/penerimaan negara maupun
di sisi pengeluaran/belanja negara.
Begawan ekonomi Indonesia Profesor Sumitro Djoyohadikusumo di
era orde baru pernah menyatakan bahwa APBN Republik Indonesia bocor hingga 30
persen. Bukan mustahil sampai di era yang katanya reformasi ini, hal yang sama
masih terus terjadi, bahkan bisa jadi kebocorannya lebih besar lagi. Mungkin
saja karena masih banyak pemain lama yang masih punya kuasa, berusaha
melanggengkan kekuasaan atau pengaruhnya melalui generasi-generasi baru yang melahirkan mafia
dan koruptor baru.
Analisa:
Menurut pendapat saya, perlu pengawasan yang ketat dari semua pihak agar Anggaran Pemerintah dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, bukan cuma kepentingan beberapa oknum yang berkuasa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar